Oleh : Mohammad Amin
Ramadhan *)
Masing-masing
daerah, entah itu dukuhan, desa, kecamatan, kabupaten, bahkan provinsi sekali
pun, pastilah mempunyai riwayat/sejarah sendiri-sendiri. Termasuk salah satu
yang akan saya ceritakan di sini adalah Asal Mula Dukuh Semangkon. Cerita ini
saya dapatkan dari salah satu penduduk di dukuhan tersebut yang tidan mau
disebut namanya. Tentang kebenaran cerita ini, saya sendiri tidak tahu. Namun,
yang beredar di masyarakat di sekitar desa tersebut mempercayai hal ini.
Berikut ini adalah ceritanya.
Dukuh Semangkon
terletak di Desa Tempaling Kecamatan Pamotan Kabupaten Rembang. Dahulu kala di
tempat itu hiduplah keluarga petani. Di musim kemarau mereka selalu menanam
buah Semangka. Lahan yang ada di dukuh ini sangat cocok ditanam Semangka
daripada tanaman yang lain karena di sini sebagian besar adalah tanah tadah
hujan, yang artinya hanya ada airnya jika musim penghujan tiba.
Seperti biasanya
musim kemarau pun tiba. Petani tersebut mengolah tanahnya untuk ditanami
semangka. Semangka tumbuh dengan subur. Beberapa bulan kemudian buahnya siap
dipanen. Mereka menyiapkan pedati dan karung untuk memanen semangka. Esok
harinya yang sudah ditentukan, pagi-pagi sekali mereka sudah sampai di ladang
Semangka mereka. Alangkah terkejutnya mereke, ladang Semangka mereka telah
rusak. Buah-buah bertebaran di mana-mana dalam keadaan menyedihkan. Gagallah
mereka memanen semangka. Keuntungan yang sudah di depan mata lenyap seketika.
Siapa gerangan yang tega berbuat ini di ladang mereka? Mereka hanya bias
bertanya dalam hati. Tidak ada bukti yang bias menunjukkan pelakunya. Kalau
memang mereka pencuri biasa, tentu akan diambil semua tak aka n ada yang
tersisa. Namun, ini banyak sekali buah semangka yang rusak da ditinggalkan
begitu saja. Sungguh aneh sekali, pikirnya.
Mereka tak putus
asa dengan kejadian tersebut. Musim kemarau berikutnya mereka kembali menanam
Semangka dengan harapan tidak aka nada kejadian lagi seperti tahun kemarin.
Kali ini untuk mengantisipasi kejadian tahun lalu, ketika musim panen hendak
tiba, mereka menjaganya siang dan malam. Selain itu, mereka juga ingin
mengetahui siapa gerangan yang telah merusak tanaman semangka pada tahun yang
lalu. Mereka tidak ingin kecolongan lagi dengan
cara lebih memperketat penjagaan.
Dengan ketekunan
dan tidak kenal lelah serta kejelian yang luar biasa, mereka mengamati setiap
hal yang dirasa mencurigakan. Perkembangan dan pertumbuhan tanaman semangka
diamati dengan teliti. Dari buahnya yang dulu kecil hingga membesar selalu
mereka pantau.
Pada suatu hari
di saat buah Semangka sudah mulai membesar, mereka kaget luar biasa dengan
munculnya beberapa ekor kadal yang besar dan merayap dari dalam buah Semangka.
Begitu tahu kalau ada orang yang memperhatikan, kadal-kadal itu segera lari dan
melompat di antara buah semangka yang lain. Lenyaplah kadal-kadal besar itu
dari hadapan mereka.
Esok harinya
mereka menjumpai hal itu berulang dan ketika di kejar kadal-kadal itu lenyap
dan menghilang lagi dengan cepat. Jumlahnya pun semakin banyak dari hari ke
hari. Hal ini dimungkinkan karena buah Semangka semakin tua dan mendekati musim
panen. Dari kejadian itu dan buah Semangka yang rusak cirri-cirinya sama
seperti tahun lalu, petani akhirnya mengetahui bahwa selama ini yang memakan
dan merusak buah Semangka mereka adalah hewan sejenis kadal. Orang desa itu
menyebutnya “Blunkon” atau “Bunglon”. Blungkon adalah hewan sejenis reptile
yang bias mengubah warna kulitnya sesuai dengan lingkungan yang ditempati
(mimikri).
Segera penduduk
desa memutar otak bagaimana caranya untuk bisa menangkap bunglon-bunglon yang
berjumlah ratusan bahkan ribuan itu. Ini harus dilakukan oleh penduduk desa,
kalau tanaman buah Semangka mereka ingin aman dan mereka dapat menikmati hasil
panen buah Semangka. Ternyata tidaklah mudah menangkap hewan-hewan ini. Tentu
saja karena binatang ini dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Ditambah
lagi di daerah itu banyak sekali batang-batang bamboo yang menjadi istana bagi
hewan-hewan jenis ini.
Dengan kerja
keras dan tak kenal menyerah, akhirnya warga desa dapat membasmi
bunglon-bunglon yang telah memporak-porandakan buah Semangka mereka. Mereka
memajatkan puji syukur kehadirat Tuhan karena telah terbebas dari hama bunglon
yang menyerang tanaman buah Semangka mereka.
Tokoh masyarakat
setempat dari desa itu akhirnya berkata kepada warga desa di situ, “Untuk
mengingat-ingat peristiwa ini, besok kalau ada keramaian di wilayah ini, maka
wilayah ini kita beri nama ‘Semangkon’ yang berasal dari kata ‘Semangka’ dan
‘Blungkon’. Mari kita rayakan keberhasilan kita membasmi hama yang meresahkan
desa ini.”
Demikianlah asal
mula pemberian nama Pedukuhan Semangkon yang terletak di Desa Tempaling
Kecamatan Pamotan Kabupaten Rembang.
*) Penulis adalah siswa kelas VIII H SMP Negeri 1 Lasem.