Laman

Kamis, 22 Februari 2018

FILOSOFI HUJAN

Pernahkah memikirkan hal-hal baik dari datangnya hujan? Kita pasti sering gembira jika hujan datang setelah kemarau panjang. Sebenarnya banyak hal yang bisa kita pelajari dari hujan.
Pelajaran tersebut akan berguna untuk hidup kita agar lebih rendah hati,penuh motivasi dan semangat menjalani hidup hari-hari.
Berikut filosofi hujan yang dapat Anda pelajari.
1. Meski jatuh berkali-kali, hujan tidak pernah menyerah.Pernahkah kita sadar kalau hujan itu turun dan jatuh terus. Dari hal itu kita bisa belajar bahwa hujan tetap mencoba meskipun jatuh berkali-kali. Hujan terus turun tanpa menyerah dan itu bisa menjadi pelajaran yang bagus buat kita. Kita harus selalu kuat dan tabah untuk mencapai sesuatu.
2. Hujan turun setelah kemarau panjang. Bukankah kesabaran adalah kuncinya?Masih ingat dengan kemarau yang berkepanjangan? Bagaimana kalau kemarau itu datang tanpa diselingi oleh hujan. Bumi akan menjadi kering dan tak seindah yang kita tahu. Beruntung bahwa hujan datang setelah kemarau panjang. Kehidupan jadi jauh dari kesulitan dan kesengsaraan. Kita sebaiknya dapat menjadi penolong atau paling tidak penghibur untuk orang yang benar-benar membutuhkan kita.
3. Hujan bisa memberi rasa dingin.Setelah panas seharian, hujan turun membasahi bumi. Cuaca menjadi berubah dan hawa menjadi dingin dan nyaman untuk beristirahat. Semoga dengan menyadari sifat hujan, kita jadi ingat untuk tidak terus memenuhi amarah melainkan lebih bersifat santai menghadapi sesuatu.
4. Hujanpun bisa marah. Kalau manusia tidak ‘ramah’.Seperti manusia hujan yang juga bagian dari alam bisa marah. Ketika benar-benar tidak ada lagi yang peduli dengan lingkungan sekitar. Hujan turun dengan derasnya yang terkadang membawa bencana. Sebaiknya kita menyadari sesuatu bahwa manusia punya amarah alangkah baiknya jika kita bisa menjaga perasaan satu sama lain.
5. Bau hujan itu menyenangkan. Sederhana dan menenangkan.Ini bagian yang banyak belum disadari orang. Saat hujan turun ke bumi dan membasahi tanah, maka aroma hujan akan tercium. Baunya sangat menyegarkan dan itu adalah bau hujan. Di dalam hidup, sebaiknya kita belajar untuk menjadi orang yang menyenangkan. Semua orang pasti merasa senang dengan sifat-sifat orang yang menyenangkan.
6. Hujan datang untuk menyejukkan bumi. Bermanfaat bagi material lain.Meskipun hujan kadang tidak datang, tetapi kedatangan hujan sangat penting. Hujan turun untuk memberikan kesejukan bagi kehidupan manusia di bumi. Sebaiknya kita belajar seperti hujan yang datang dan muncul untuk membawa dan berbagi rasa senang.
7. Hujan turun karena tahu bumi membutuhkan.Hujan turun disaat bumi memang benar-benar membutuhkannya. Setelah kemarau panjang, hujan tetap akan turun untuk menghijaukan bumi. Kita juga bisa menjadi seperti hujan yang siap membantu teman atau keluarga yang membutuhkan bantuan kita.
8. Banyak orang mengeluh karena hujan. Tapi hujan tetap datang tiap tahunnya.Meskipun beberapa orang yang mengeluh karena hujan turun, hujan tetap turun. Hal ini pelajaran buat kita bahwa selama itu baik kita tidak perlu takut untuk melakukan sesuatu. Bahkan kita sedang melakukan sesuatu yang baik untuk orang lain. Jangan berhenti hanya karena beberapa orang tidak suka.
9. Hujan itu tidak kenal waktu.Hujan turun memang tidak kenal waktu dan mengerti apa yang sedang dilakukan manusia. Hujan adalah anugerah dari yang kuasa. Maka dari itu kita juga seharusnya dapat menerima hujan dan hal baik datang tanpa memaksakan waktu sesuai dengan yang kita inginkan.

Source : https://iphincow.com/2017/12/01/filosofi-hujan/

ASAL USUL DESA SUMBERAGUNG

(Cerita Rakyat dari Kecamatan Pancur Kabupaten Rembang)

Oleh : Fiki Sabila Firdaus
SMP Negeri 1 Lasem

Pada zaman dahulu tinggallah empat keluarga di sebuah daerah yang terkenal sebagai daerah yang sangat subur dan makmur. Daerah ini dikenal sebagai daerah yang subur dan makmur dikarenakan dekat dengan aliran sungai yang besar berada di bagian selatan permukiman warga.
Selain dikenal sebagai daerah yang subur dan makmur, daerah ini juga dikenal sebagai daerah yang masyarakatnya sopan dan ramah. Mereka hidup tenteram dikarenakan apa yang mereka inginkan selalu terpenuhi. Akan tetapi, di saat musim penghujan tiba mereka bersedih, karena rumah mereka menjadi langganan banjir oleh aliran sungai yang berada tepat di bagian depan rumah mereka. Itulah yang membuat mereka sangat resah.
Keesokan harinya, dua orang warga yang sedang bercocok tanam mulai membicarakan tentang masalah akan datangnya musim penghujan di tempat mereka. Mereka adalah Wardi dan Sukimin. Seorang petani yang sangat sukses di daerah itu.
“Bagaimana ini, musim penghujan akan segera datang. Pasti daerah kita akan dilanda banjir seperti biasa,” ucap Wardi kepada Sukimin.
“Ya,benar. Bagaimana ini? Di satu sisi kita tinggal di dekat sungai karena semua kebutuhan kita dapat terpenuhi, tapi di sisi lain setiap musim penghujan kita harus menanggung akibatnya, yaitu rumah kita akan terendam banjir, sawah kita juga terendam banjir oleh aliran sungai yang sangat besar itu,” ucap Sukimin.
“Kamu benar, kita tidak boleh membiarkan masalah ini berlarut-larut kareana bagaimanapun juga, ini berkaitan dengan keselamatan diri kita dan keluarga kita,” jawab Sukimin.
“Tapi bagaimana?” Tanya salah seorang warga yang mendengar rencana untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di tempat mereka.
“Pertama-tama kita harus mengumpulkan semua warga untuk bermusyawarah menyelesaikan permasalahan yang rumit ini,” jawab Wardi kepada salah soerang warga.
“Tentu saja, karena masalah ini menyangkut orang banyak. Kita harus segera melaksanakan adu gagasan dan memilih pendapat yang sekiranya kita anggap mampu dalam menyelesaikan permasalahan ini,” ujar salah satu warga dengan nada tinggi.
Keesokan harinya para warga mulai berkumpul dirumah Wardi untuk membahas tentang rencana menyelesaikan masalah banjir yang selalu datang menghampiri saat musim penghujan tiba di sekitar tempat tinggalnya.
Masyarakat yang berjumlah empat keluarga ini sangat bersemangat dalam beradu gagasan. Banyak pendapat yang dikemukakan dalam musyawarah yang berlangsung secara terbuka itu. Musyarawah berlangsung cukup lama dan menegangkan tetapi demi pengambilan keputusan yang benar dan dirasa mampu untuk mengatasi permasalahan ini dalam menentukan keputusan, warga sangat selektif dan berhati-hati.
“Menurut saya kita perlu membuat aliran sungai yang berada di depan rumah kita agar bila terjadi hujan deras tidak melewati rumah kita. Kita mencangkuli tanah hingga membentuk suatu aliran sungai dan menutup aliran sungai yang arahnya ke rumah kita,” ucap Sukimin.
“Tapi menurut saya, dalam pengerjaannya harus dilakukan pada saat musim kemarau tiba karena pada saat itu aliran sungai mengalami penurunan debit air sehingga mudah ketika kita mulaimencangkuli dan menutup aliran sungaikarena tidak berpotensi tidak terseret aliran air yang sangat deras pada saat musim penghujan tiba,” jawab seorang warga yang lain.
Hasil musyarah pada hari itu memutuskan bahwa masyarakat perlu untuk mencangkuli tanah dan menutup aliran sungai yang menuju ke arah rumah mereka.
“Ayo cepat-cepat gali tanahnya!” ucap seorang warga untuk menyemangati warga yang lain.
Masalah banjir ketika musim penghujan tiba sudah teratasi, akan tetapi masalah muncul silih berganti dikarenakan jarak rumah warga dengan tempat mereka bekerja lumayan jauh. Masalah baru yang muncul yaitu kekurangan air dan bagaimana cara memperoleh air untuk berladang.
“Kita pasti memerlukan banyak air dan tidak mungkin warga harus bolak-balik ke sungai untuk mengambil air yang jaraknya jauh itu,” ujar seorang warga yang tengah bekerja mengeluhkan masalah ini.
“Bagaimana ini? Menurut saya cara ini kurang pas, karena disamping membutuhkan waktu yang lama untuk membawa air dari sungai menuju ladang yang jaraknya lumayan jauh itu juga membutuhkan tenaga yang tidaklah sedikit,” ucap seorang warga yang tengah kebingungan.
“Iya, kamu benar. Akan tetapi jika kita tidak mengambil air lalu bagaimana nasib tanaman kita yang ada di ladang? Mau tidak mau kita harus melakukan hal ini meskipun membutuhkan banyak waktu maupun tenaga!” ujar Sukimin menanggapi dengan nada marah.
“Kita tidak boleh menyerah dalam mengatasi permasalahan ini!” ujar Wardi.
“Tapi bagaimana caranya?” tanya warga kepada Wardi.
“Kita perlu mengumpulkan warga lain untuk membahas masalah ini!” ujar Sukimin lagi.
Keesokan harinya masyarakat mulai berkumpul untuk melakukan musyawarah. Masyarakat mulai berdatangan meskipun hanya berjumlah empat keluarga saja tetapi mereka tetap melakukannya dengan semangat karena akan menemukan penyelesaian dari masalah yang terjadi pada mereka.
“Bagaimana ini? Bisa dimulai musyawarahnya?” ujar Wardi kepada warga untuk bertanya.
“Mari kita mulai sekarang,” ucap warga yang lainnya.
“Menurut saya kita perlu membuat kubangan yang arahnya menuju ke ladang kita, lalu di ujung kubangan tersebut kita buat aliran air yang menuju ladang-ladang warga,” usul salah satu warga.
Dengan serempak semua warga mengatakan setuju.
Keesokan harinya dengan semangat bergotong-royong seluruh warga mengerjakan hasil rapat yang telah disepakati. Dalam pengerjaannya dilakukan secara bersama-sama sehingga dapat memperingan dan mempercepat pekerjaan sekaligus menambah rasa kerukunan di antara warga.
Dari cerita tersebut daerah ini dinamakan “Sumberagung” yang berasal dari kata “sumberan” yang berarti “kubangan air” dan kata “agung” yang artinya “penuh air”. Desa Sumberagung kini berada di bagian paling selatan dari kecamatan Pancur. Desa Sumberagung juga dikenal sebagai salah satu desa yang tidak pernah kekurangan air walaupun pada saat musim kemarau tiba. Desa Sumberagung terbagi menjadi tiga dukuh, yaitu dukuh Nyode yang konon penamaannya tersebut berasal dari kata jawa “menyonyo gedhe” yang artinya luka membengkak di mulut karena warga dukuh ini sering terjadi konflik fisik pada saat itu. Dukuh yang kedua dikenal dengan nama dukuh Posongo yang diambil dari nama salah seorang warga yang bernama Pak Po yang memiliki istri Sembilan, konon katanya petilasan makamnya masih ada di dukuh tersebut. Dukuh yang ketiga bernama dukuh Cukar yang penamaannya belum diketahui tetapi yang pasti desa Sumberagung merupakan salah satu desa yang dalam perkembangannya terbilang cepat dimulai dari empat keluarga dan kini desa ini mempunyai lebih dari 700 kepala keluarga yang terbagi atas tiga dukuhan di dalamnya.

Hikmah yang dapat dimabil dari cerita di atas adalah dalam mengambil keputusan hendaklah dilakukan dengan musyawarah untuk mencapai mufakat. Gotong-royong dan kerjasama adalah kunci keberhasilan.

ASAL USUL DESA RAKITAN


(Cerita Rakyat dari Kecamatan Sluke Kabupaten Rembang)
Oleh : Mochamad Habib Lathiif Soleh
(SMP Negeri 1 Lasem)

Desa Rakitan merupakan salah satu desa di Kecamatan Sluke yang terletak di daerah pegunungan. Di desa tersebut alamnya masih terjaga, masih bersih dan asri. Rakyatnya hidup rukun dan makmur. Meskipun terletak dipegunungan, namun keindahan alam desa ini tidak kalah cantik dengan wisata alam yang ada didaerah pesisir dan sekitarnya. Kita dapat menikmati pemandangan yang sangat indah dari sisi gunung. Desa tersebut menyediakan sebuah gazebo bertingkat untuk para pengunjung agar mereka lebih nyaman dalam menikmati indahnya alam.
Di desa ini masih sering ditemukan hewan-hewan liar namun tidak buas. Misalnya masih sering dijumpai anjing yang menyeberang jalan dan beberapa tahun yang lalu ditemukan seekor merak betina yang cantik dan menawan.
Untuk memasuki Desa Rakitan, dibutuhkan keberanian yang cukup besar karena jalannya yang menanjak-nanjak. Namun, apakah Anda tahu asal usul Desa Rakitan ini? Apakah berasal dari kata “rakit” yang digunakan untuk menyeberangi sungai? Atau malah sama sekali tidak terkait dengan kata tersebut? Ternyata sejarah Desa Rakitan berhubungan dengan sejarah Desa Sluke dan Jatisari. Berikut akan saya jelaskan...
Pada zaman dahulu, hiduplah putri tersohor yang sangat cerdas dan hebat. Ia bernama Siti kholifah atau lebih dikenal dengan nama Putri Sarijati. Ia terkenal akan keberanian dan kegigihannya. Suatu hari, ia tiba di suatu daerah yang gemah ripah lohjinawi bersama pengikut-pengikutnya. Saat salat dzuhur telah tiba, Putri Sarijati hendak mencari air untuk berwudlu. Ia bertanya pada salah satu warga.
“ Nuwun sewu, pak. Apakah di sekitar sini ada sumber air untuk berwudlu?” tanya sang Putri.
“Di sekitar sini tidak ada sumber air, nak,” jawab salah satu warga.
“Oh, begitu. Terima kasih ya, pak,” ucap Putri.
Kemudian Putri Sarijati menancapkan  pedang pusakanya,
“Bismillahirrahmanirrahim.., semoga ada sumber air yang keluar,” harap Putri Sarijati.
Ternyata harapan Putri terkabul, tanah tersebut memancarkan air yang segar dan melimpah. Sehingga sumber mata air tersebut sekarang diberi nama “Sumur Gedhe” karena sumber airnya besar atau dalam bahasa jawa disebut Gedhe. Kemudian Putri Sarijati melanjutkan salat di masjid yang saat itu juga diberi nama “Masjid Tiban” karena masjid itu masjid yang pertama kali digunakan oleh Putri Sarijati yang baru tiba didaerah tersebut.
Sekiranya nyaman, Putri Sarijati berkeinginan untuk menetap di daerah tersebut dan izin kepada para warga untuk membangun tempat tinggal atau keraton baginya dan pengikut-pengikutnya.
“Assalamualaikum Wr. Wb. para warga yang hadir disini, kami meminta izin untuk membangun tempat tinggal bagi kami. Apakah kami diizinkan?” tanya sang Putri.
Akhirnya para warga mengizinkan Putri sarijati bahkan mereka ingin pula membantu dalam membangun keraton milik Putri Sarijati dan pengikut-pengikutnya.
Setelah lama Putri Sarijati menetap di daerah tersebut yang kini bernama Desa Sluke, ia malah dikejutkan dengan kedatangan para prajurit dari kerajaan Majapahit. Mereka bertujuan untuk menyebarkan agama Hindhu di desa tersebut. Sontak, kejadian tersebut tidak disegani oleh Putri Sarijati. Namun, tanpa disadari salah satu pangeran majapahit jatuh cinta kepada Putri Sarijati. Putri Sarijati tidak membalas perasaan cinta dari pangeran karena ia mengetahui niat buruk dari pangeran dan pengikut-pengikutnya.
Suatu hari, Pangeran Majapahit mendatangi Putri sarijati. Ia bertujuan melamar Putri.
“Permisi ningmas, kedatangan saya di sini ingin melamar ningmas yang cantik ini. Apakah ningmas mau menerima lamaran kangmas?” lamar sang Pangeran.
“Maaf Pangeran, saya tidak bisa menerima lamaran dari Pangeran,” jawab sang Putri.
“Harta aku punya, paras aku punya, emas berlimpah aku punya, semuanya aku punya. Apa dimatamu itu kurang?” tanya kembali pangeran.
“Memang kau punya segalanya. Tapi aku tahu niatmu dan para pengikutmu yang ingin menyebarkan agama Hindhu di sini,” jelas sang Putri.
“Lalu, apa maumu? Apa aku tidak boleh menyebarkan agama Hindhu disini?” tanya Pangeran.
 “Ya, Pangeran,” jawab Putri.
“Kalau itu mau kamu, aku akan menurutinya. Namun, kau harus berjanji jika aku tidak menyebarkan agama Hindhu di sini, kau akan menikah denganku,” syarat dari pangeran.
“Aku masih tidak bisa pangeran, di dalam agama Islam jika ingin menikah maka harus menikah dengan sesama Islam. Apakah Pangeran mau memeluk agama Islam?” tanya Putri sarijati.
“Ah.. Kalau kamu tidak mau, ya sudah. Aku marah dan ingin perang dengan kerjaanmu,” geram Pangeran.
Putri Sarijati merasa resah dan gelisah karena ia selalu memikirkan ucapan dari Pangeran tersebut. Kemudian ia bercerita kepada kakaknya.
“Kakak, kemarin Pangeran Majapahit mendatangiku untuk melamarku. Namun aku tidak mau, karena ia ingin menyebarkan agama Hindhu di sini. Kemudian ia marah dan menyatakan perang dengan kerajaan kita. Apa kita harus menjawab pernyataan perang Pangeran? Aku bingung, kak. Apa yang harus aku lakukan?’ jelas sang Putri sambil bersedih.
“Astaghfirullahaladzim... Mengapa ini bisa terjadi? Untuk menjawab pernyataan perang dari Pangeran, ayo ikuti kakak! Kita akan melaksanakan tradisi nabuh gong. Jika gong tersebut mengeluarkan bunyi, itu berarti kita akan menang. Namun, jika gong itu tidak berbunyi.. berarti kita akan kalah,” jelas kakak Putri Sarijati.
Setelah gong tersebut dipukul, ternyata gong tidak berbunyi. Itu menandakan bahwa Putri Sarijati akan kalah. Sang kakak melarang Putri Sarijati untuk ikut berperang.
“Adikku yang cantik, gong tidak berbunyi. Lebih baik kau tidak usah mengikuti peperangan atau kalau kamu tetap ikut, kamu akan mati,” nasihat sang kakak. Namun, nasihat dari kakaknya tidak dihiraukan oleh Putri Sarijati. Dengan penuh semangat ia berkeinginan membalas pernyataan perang tersebut.
“Ah, lebih baik aku menjawab pernyataan perang dari pangeran. Nyawa ada ditangan Allah,” batin sang Putri.
Keesokan harinya, Putri Sarijati mengirimkan surat balasan pernyataan perang untuk Pangeran majapahit. Putri Sarijati merencanakan strategi perang dengan hati-hati dan jeli. Ia akan menyamar menjadi laki-laki dalam peperangan. Ia juga merancanakan untuk menyerang Majapahit dari beberapa penjuru seperti jalur laut, gunung, sungai, dan lain-lain. Putri Sarijati merakit prajurit yang paling banyak didaerah Pegunungan karena ia dan para prajurit dapat menyerang diam-diam dari gunung dan tetap aman. Sehingga, pegunungan tersebut sekarang menjadi Desa Rakitan karena tempat merakit prajurit perang.
Meskipun Putri Sarijati telah merencanakan strategi secara matang-matang, dugaan sang kakak ternyata benar. Ia terdesak dalam mengahadapi pangeran, ia berlari menjauhi Pangeran. Putri Sarijati tidak sanggup lagi untuk berlari, ia terjatuh didekat sungai dan ditusuk pedang oleh Pangeran Majapahit. Darah Putri sarijati mgalir dan mengeluarkan dua wangi yang sama. Sehingga, daerah yang terkena darah Putri Sarijati diberi nama ‘Mbarwangen” artinnya kembar wangen atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan “Wangi Kembar”. Sang pangeran baru menyadari bahwa itu adalah Putri Sarijati ketika rambut palsu sang Putri lepas dari kepalanya. Ia manangisi Putri Sarijati dengan perasaan sesal. Kemudian Pangeran terus menciumi Putri sarijati. Sehingga sungai didekat Putri sarijati diberi nama “Kali Sengok” atau dalam bahasa Indonesia disebut Sungai ciuman.
Jadi, asal nama Desa rakitan bermula saat Putri Sarijati merakit prajurit di daerah pegunungan. Nama “Rakitan” bukan berasal dari dari kata “rakit” yang digunakan untuk menyeberangi sungai, melainkan berasal dari kata “rakit prajuritan”. Begitulah asal-usul dari Desa rakitan, Kecamatan Sluke.
Amanat yang dapat diambil dari cerita tersebut :
1.      Rajinlah beribadah
2.      Tidak boleh memaksakan kehendak orang lain
3.      Menghargai toleransi kehidupan beragama
4.      Kita harus menjalani sesuatu yang tekah dikehendaki okeh Tuhan YME meskipun itu sulit bagi kita
5.      Kita harus tetap bersemangat dan tidak boleh berputus asa
6.      Kita harus pandai berpikir dalam menyelesaikan masalah

7.      Berpikirlah terlebuh dahulu saat akan melakukan sesuatu, sebelum sesal menghampirimu