Laman

Kamis, 22 Februari 2018

FILOSOFI HUJAN

Pernahkah memikirkan hal-hal baik dari datangnya hujan? Kita pasti sering gembira jika hujan datang setelah kemarau panjang. Sebenarnya banyak hal yang bisa kita pelajari dari hujan.
Pelajaran tersebut akan berguna untuk hidup kita agar lebih rendah hati,penuh motivasi dan semangat menjalani hidup hari-hari.
Berikut filosofi hujan yang dapat Anda pelajari.
1. Meski jatuh berkali-kali, hujan tidak pernah menyerah.Pernahkah kita sadar kalau hujan itu turun dan jatuh terus. Dari hal itu kita bisa belajar bahwa hujan tetap mencoba meskipun jatuh berkali-kali. Hujan terus turun tanpa menyerah dan itu bisa menjadi pelajaran yang bagus buat kita. Kita harus selalu kuat dan tabah untuk mencapai sesuatu.
2. Hujan turun setelah kemarau panjang. Bukankah kesabaran adalah kuncinya?Masih ingat dengan kemarau yang berkepanjangan? Bagaimana kalau kemarau itu datang tanpa diselingi oleh hujan. Bumi akan menjadi kering dan tak seindah yang kita tahu. Beruntung bahwa hujan datang setelah kemarau panjang. Kehidupan jadi jauh dari kesulitan dan kesengsaraan. Kita sebaiknya dapat menjadi penolong atau paling tidak penghibur untuk orang yang benar-benar membutuhkan kita.
3. Hujan bisa memberi rasa dingin.Setelah panas seharian, hujan turun membasahi bumi. Cuaca menjadi berubah dan hawa menjadi dingin dan nyaman untuk beristirahat. Semoga dengan menyadari sifat hujan, kita jadi ingat untuk tidak terus memenuhi amarah melainkan lebih bersifat santai menghadapi sesuatu.
4. Hujanpun bisa marah. Kalau manusia tidak ‘ramah’.Seperti manusia hujan yang juga bagian dari alam bisa marah. Ketika benar-benar tidak ada lagi yang peduli dengan lingkungan sekitar. Hujan turun dengan derasnya yang terkadang membawa bencana. Sebaiknya kita menyadari sesuatu bahwa manusia punya amarah alangkah baiknya jika kita bisa menjaga perasaan satu sama lain.
5. Bau hujan itu menyenangkan. Sederhana dan menenangkan.Ini bagian yang banyak belum disadari orang. Saat hujan turun ke bumi dan membasahi tanah, maka aroma hujan akan tercium. Baunya sangat menyegarkan dan itu adalah bau hujan. Di dalam hidup, sebaiknya kita belajar untuk menjadi orang yang menyenangkan. Semua orang pasti merasa senang dengan sifat-sifat orang yang menyenangkan.
6. Hujan datang untuk menyejukkan bumi. Bermanfaat bagi material lain.Meskipun hujan kadang tidak datang, tetapi kedatangan hujan sangat penting. Hujan turun untuk memberikan kesejukan bagi kehidupan manusia di bumi. Sebaiknya kita belajar seperti hujan yang datang dan muncul untuk membawa dan berbagi rasa senang.
7. Hujan turun karena tahu bumi membutuhkan.Hujan turun disaat bumi memang benar-benar membutuhkannya. Setelah kemarau panjang, hujan tetap akan turun untuk menghijaukan bumi. Kita juga bisa menjadi seperti hujan yang siap membantu teman atau keluarga yang membutuhkan bantuan kita.
8. Banyak orang mengeluh karena hujan. Tapi hujan tetap datang tiap tahunnya.Meskipun beberapa orang yang mengeluh karena hujan turun, hujan tetap turun. Hal ini pelajaran buat kita bahwa selama itu baik kita tidak perlu takut untuk melakukan sesuatu. Bahkan kita sedang melakukan sesuatu yang baik untuk orang lain. Jangan berhenti hanya karena beberapa orang tidak suka.
9. Hujan itu tidak kenal waktu.Hujan turun memang tidak kenal waktu dan mengerti apa yang sedang dilakukan manusia. Hujan adalah anugerah dari yang kuasa. Maka dari itu kita juga seharusnya dapat menerima hujan dan hal baik datang tanpa memaksakan waktu sesuai dengan yang kita inginkan.

Source : https://iphincow.com/2017/12/01/filosofi-hujan/

ASAL USUL DESA SUMBERAGUNG

(Cerita Rakyat dari Kecamatan Pancur Kabupaten Rembang)

Oleh : Fiki Sabila Firdaus
SMP Negeri 1 Lasem

Pada zaman dahulu tinggallah empat keluarga di sebuah daerah yang terkenal sebagai daerah yang sangat subur dan makmur. Daerah ini dikenal sebagai daerah yang subur dan makmur dikarenakan dekat dengan aliran sungai yang besar berada di bagian selatan permukiman warga.
Selain dikenal sebagai daerah yang subur dan makmur, daerah ini juga dikenal sebagai daerah yang masyarakatnya sopan dan ramah. Mereka hidup tenteram dikarenakan apa yang mereka inginkan selalu terpenuhi. Akan tetapi, di saat musim penghujan tiba mereka bersedih, karena rumah mereka menjadi langganan banjir oleh aliran sungai yang berada tepat di bagian depan rumah mereka. Itulah yang membuat mereka sangat resah.
Keesokan harinya, dua orang warga yang sedang bercocok tanam mulai membicarakan tentang masalah akan datangnya musim penghujan di tempat mereka. Mereka adalah Wardi dan Sukimin. Seorang petani yang sangat sukses di daerah itu.
“Bagaimana ini, musim penghujan akan segera datang. Pasti daerah kita akan dilanda banjir seperti biasa,” ucap Wardi kepada Sukimin.
“Ya,benar. Bagaimana ini? Di satu sisi kita tinggal di dekat sungai karena semua kebutuhan kita dapat terpenuhi, tapi di sisi lain setiap musim penghujan kita harus menanggung akibatnya, yaitu rumah kita akan terendam banjir, sawah kita juga terendam banjir oleh aliran sungai yang sangat besar itu,” ucap Sukimin.
“Kamu benar, kita tidak boleh membiarkan masalah ini berlarut-larut kareana bagaimanapun juga, ini berkaitan dengan keselamatan diri kita dan keluarga kita,” jawab Sukimin.
“Tapi bagaimana?” Tanya salah seorang warga yang mendengar rencana untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di tempat mereka.
“Pertama-tama kita harus mengumpulkan semua warga untuk bermusyawarah menyelesaikan permasalahan yang rumit ini,” jawab Wardi kepada salah soerang warga.
“Tentu saja, karena masalah ini menyangkut orang banyak. Kita harus segera melaksanakan adu gagasan dan memilih pendapat yang sekiranya kita anggap mampu dalam menyelesaikan permasalahan ini,” ujar salah satu warga dengan nada tinggi.
Keesokan harinya para warga mulai berkumpul dirumah Wardi untuk membahas tentang rencana menyelesaikan masalah banjir yang selalu datang menghampiri saat musim penghujan tiba di sekitar tempat tinggalnya.
Masyarakat yang berjumlah empat keluarga ini sangat bersemangat dalam beradu gagasan. Banyak pendapat yang dikemukakan dalam musyawarah yang berlangsung secara terbuka itu. Musyarawah berlangsung cukup lama dan menegangkan tetapi demi pengambilan keputusan yang benar dan dirasa mampu untuk mengatasi permasalahan ini dalam menentukan keputusan, warga sangat selektif dan berhati-hati.
“Menurut saya kita perlu membuat aliran sungai yang berada di depan rumah kita agar bila terjadi hujan deras tidak melewati rumah kita. Kita mencangkuli tanah hingga membentuk suatu aliran sungai dan menutup aliran sungai yang arahnya ke rumah kita,” ucap Sukimin.
“Tapi menurut saya, dalam pengerjaannya harus dilakukan pada saat musim kemarau tiba karena pada saat itu aliran sungai mengalami penurunan debit air sehingga mudah ketika kita mulaimencangkuli dan menutup aliran sungaikarena tidak berpotensi tidak terseret aliran air yang sangat deras pada saat musim penghujan tiba,” jawab seorang warga yang lain.
Hasil musyarah pada hari itu memutuskan bahwa masyarakat perlu untuk mencangkuli tanah dan menutup aliran sungai yang menuju ke arah rumah mereka.
“Ayo cepat-cepat gali tanahnya!” ucap seorang warga untuk menyemangati warga yang lain.
Masalah banjir ketika musim penghujan tiba sudah teratasi, akan tetapi masalah muncul silih berganti dikarenakan jarak rumah warga dengan tempat mereka bekerja lumayan jauh. Masalah baru yang muncul yaitu kekurangan air dan bagaimana cara memperoleh air untuk berladang.
“Kita pasti memerlukan banyak air dan tidak mungkin warga harus bolak-balik ke sungai untuk mengambil air yang jaraknya jauh itu,” ujar seorang warga yang tengah bekerja mengeluhkan masalah ini.
“Bagaimana ini? Menurut saya cara ini kurang pas, karena disamping membutuhkan waktu yang lama untuk membawa air dari sungai menuju ladang yang jaraknya lumayan jauh itu juga membutuhkan tenaga yang tidaklah sedikit,” ucap seorang warga yang tengah kebingungan.
“Iya, kamu benar. Akan tetapi jika kita tidak mengambil air lalu bagaimana nasib tanaman kita yang ada di ladang? Mau tidak mau kita harus melakukan hal ini meskipun membutuhkan banyak waktu maupun tenaga!” ujar Sukimin menanggapi dengan nada marah.
“Kita tidak boleh menyerah dalam mengatasi permasalahan ini!” ujar Wardi.
“Tapi bagaimana caranya?” tanya warga kepada Wardi.
“Kita perlu mengumpulkan warga lain untuk membahas masalah ini!” ujar Sukimin lagi.
Keesokan harinya masyarakat mulai berkumpul untuk melakukan musyawarah. Masyarakat mulai berdatangan meskipun hanya berjumlah empat keluarga saja tetapi mereka tetap melakukannya dengan semangat karena akan menemukan penyelesaian dari masalah yang terjadi pada mereka.
“Bagaimana ini? Bisa dimulai musyawarahnya?” ujar Wardi kepada warga untuk bertanya.
“Mari kita mulai sekarang,” ucap warga yang lainnya.
“Menurut saya kita perlu membuat kubangan yang arahnya menuju ke ladang kita, lalu di ujung kubangan tersebut kita buat aliran air yang menuju ladang-ladang warga,” usul salah satu warga.
Dengan serempak semua warga mengatakan setuju.
Keesokan harinya dengan semangat bergotong-royong seluruh warga mengerjakan hasil rapat yang telah disepakati. Dalam pengerjaannya dilakukan secara bersama-sama sehingga dapat memperingan dan mempercepat pekerjaan sekaligus menambah rasa kerukunan di antara warga.
Dari cerita tersebut daerah ini dinamakan “Sumberagung” yang berasal dari kata “sumberan” yang berarti “kubangan air” dan kata “agung” yang artinya “penuh air”. Desa Sumberagung kini berada di bagian paling selatan dari kecamatan Pancur. Desa Sumberagung juga dikenal sebagai salah satu desa yang tidak pernah kekurangan air walaupun pada saat musim kemarau tiba. Desa Sumberagung terbagi menjadi tiga dukuh, yaitu dukuh Nyode yang konon penamaannya tersebut berasal dari kata jawa “menyonyo gedhe” yang artinya luka membengkak di mulut karena warga dukuh ini sering terjadi konflik fisik pada saat itu. Dukuh yang kedua dikenal dengan nama dukuh Posongo yang diambil dari nama salah seorang warga yang bernama Pak Po yang memiliki istri Sembilan, konon katanya petilasan makamnya masih ada di dukuh tersebut. Dukuh yang ketiga bernama dukuh Cukar yang penamaannya belum diketahui tetapi yang pasti desa Sumberagung merupakan salah satu desa yang dalam perkembangannya terbilang cepat dimulai dari empat keluarga dan kini desa ini mempunyai lebih dari 700 kepala keluarga yang terbagi atas tiga dukuhan di dalamnya.

Hikmah yang dapat dimabil dari cerita di atas adalah dalam mengambil keputusan hendaklah dilakukan dengan musyawarah untuk mencapai mufakat. Gotong-royong dan kerjasama adalah kunci keberhasilan.

ASAL USUL DESA RAKITAN


(Cerita Rakyat dari Kecamatan Sluke Kabupaten Rembang)
Oleh : Mochamad Habib Lathiif Soleh
(SMP Negeri 1 Lasem)

Desa Rakitan merupakan salah satu desa di Kecamatan Sluke yang terletak di daerah pegunungan. Di desa tersebut alamnya masih terjaga, masih bersih dan asri. Rakyatnya hidup rukun dan makmur. Meskipun terletak dipegunungan, namun keindahan alam desa ini tidak kalah cantik dengan wisata alam yang ada didaerah pesisir dan sekitarnya. Kita dapat menikmati pemandangan yang sangat indah dari sisi gunung. Desa tersebut menyediakan sebuah gazebo bertingkat untuk para pengunjung agar mereka lebih nyaman dalam menikmati indahnya alam.
Di desa ini masih sering ditemukan hewan-hewan liar namun tidak buas. Misalnya masih sering dijumpai anjing yang menyeberang jalan dan beberapa tahun yang lalu ditemukan seekor merak betina yang cantik dan menawan.
Untuk memasuki Desa Rakitan, dibutuhkan keberanian yang cukup besar karena jalannya yang menanjak-nanjak. Namun, apakah Anda tahu asal usul Desa Rakitan ini? Apakah berasal dari kata “rakit” yang digunakan untuk menyeberangi sungai? Atau malah sama sekali tidak terkait dengan kata tersebut? Ternyata sejarah Desa Rakitan berhubungan dengan sejarah Desa Sluke dan Jatisari. Berikut akan saya jelaskan...
Pada zaman dahulu, hiduplah putri tersohor yang sangat cerdas dan hebat. Ia bernama Siti kholifah atau lebih dikenal dengan nama Putri Sarijati. Ia terkenal akan keberanian dan kegigihannya. Suatu hari, ia tiba di suatu daerah yang gemah ripah lohjinawi bersama pengikut-pengikutnya. Saat salat dzuhur telah tiba, Putri Sarijati hendak mencari air untuk berwudlu. Ia bertanya pada salah satu warga.
“ Nuwun sewu, pak. Apakah di sekitar sini ada sumber air untuk berwudlu?” tanya sang Putri.
“Di sekitar sini tidak ada sumber air, nak,” jawab salah satu warga.
“Oh, begitu. Terima kasih ya, pak,” ucap Putri.
Kemudian Putri Sarijati menancapkan  pedang pusakanya,
“Bismillahirrahmanirrahim.., semoga ada sumber air yang keluar,” harap Putri Sarijati.
Ternyata harapan Putri terkabul, tanah tersebut memancarkan air yang segar dan melimpah. Sehingga sumber mata air tersebut sekarang diberi nama “Sumur Gedhe” karena sumber airnya besar atau dalam bahasa jawa disebut Gedhe. Kemudian Putri Sarijati melanjutkan salat di masjid yang saat itu juga diberi nama “Masjid Tiban” karena masjid itu masjid yang pertama kali digunakan oleh Putri Sarijati yang baru tiba didaerah tersebut.
Sekiranya nyaman, Putri Sarijati berkeinginan untuk menetap di daerah tersebut dan izin kepada para warga untuk membangun tempat tinggal atau keraton baginya dan pengikut-pengikutnya.
“Assalamualaikum Wr. Wb. para warga yang hadir disini, kami meminta izin untuk membangun tempat tinggal bagi kami. Apakah kami diizinkan?” tanya sang Putri.
Akhirnya para warga mengizinkan Putri sarijati bahkan mereka ingin pula membantu dalam membangun keraton milik Putri Sarijati dan pengikut-pengikutnya.
Setelah lama Putri Sarijati menetap di daerah tersebut yang kini bernama Desa Sluke, ia malah dikejutkan dengan kedatangan para prajurit dari kerajaan Majapahit. Mereka bertujuan untuk menyebarkan agama Hindhu di desa tersebut. Sontak, kejadian tersebut tidak disegani oleh Putri Sarijati. Namun, tanpa disadari salah satu pangeran majapahit jatuh cinta kepada Putri Sarijati. Putri Sarijati tidak membalas perasaan cinta dari pangeran karena ia mengetahui niat buruk dari pangeran dan pengikut-pengikutnya.
Suatu hari, Pangeran Majapahit mendatangi Putri sarijati. Ia bertujuan melamar Putri.
“Permisi ningmas, kedatangan saya di sini ingin melamar ningmas yang cantik ini. Apakah ningmas mau menerima lamaran kangmas?” lamar sang Pangeran.
“Maaf Pangeran, saya tidak bisa menerima lamaran dari Pangeran,” jawab sang Putri.
“Harta aku punya, paras aku punya, emas berlimpah aku punya, semuanya aku punya. Apa dimatamu itu kurang?” tanya kembali pangeran.
“Memang kau punya segalanya. Tapi aku tahu niatmu dan para pengikutmu yang ingin menyebarkan agama Hindhu di sini,” jelas sang Putri.
“Lalu, apa maumu? Apa aku tidak boleh menyebarkan agama Hindhu disini?” tanya Pangeran.
 “Ya, Pangeran,” jawab Putri.
“Kalau itu mau kamu, aku akan menurutinya. Namun, kau harus berjanji jika aku tidak menyebarkan agama Hindhu di sini, kau akan menikah denganku,” syarat dari pangeran.
“Aku masih tidak bisa pangeran, di dalam agama Islam jika ingin menikah maka harus menikah dengan sesama Islam. Apakah Pangeran mau memeluk agama Islam?” tanya Putri sarijati.
“Ah.. Kalau kamu tidak mau, ya sudah. Aku marah dan ingin perang dengan kerjaanmu,” geram Pangeran.
Putri Sarijati merasa resah dan gelisah karena ia selalu memikirkan ucapan dari Pangeran tersebut. Kemudian ia bercerita kepada kakaknya.
“Kakak, kemarin Pangeran Majapahit mendatangiku untuk melamarku. Namun aku tidak mau, karena ia ingin menyebarkan agama Hindhu di sini. Kemudian ia marah dan menyatakan perang dengan kerajaan kita. Apa kita harus menjawab pernyataan perang Pangeran? Aku bingung, kak. Apa yang harus aku lakukan?’ jelas sang Putri sambil bersedih.
“Astaghfirullahaladzim... Mengapa ini bisa terjadi? Untuk menjawab pernyataan perang dari Pangeran, ayo ikuti kakak! Kita akan melaksanakan tradisi nabuh gong. Jika gong tersebut mengeluarkan bunyi, itu berarti kita akan menang. Namun, jika gong itu tidak berbunyi.. berarti kita akan kalah,” jelas kakak Putri Sarijati.
Setelah gong tersebut dipukul, ternyata gong tidak berbunyi. Itu menandakan bahwa Putri Sarijati akan kalah. Sang kakak melarang Putri Sarijati untuk ikut berperang.
“Adikku yang cantik, gong tidak berbunyi. Lebih baik kau tidak usah mengikuti peperangan atau kalau kamu tetap ikut, kamu akan mati,” nasihat sang kakak. Namun, nasihat dari kakaknya tidak dihiraukan oleh Putri Sarijati. Dengan penuh semangat ia berkeinginan membalas pernyataan perang tersebut.
“Ah, lebih baik aku menjawab pernyataan perang dari pangeran. Nyawa ada ditangan Allah,” batin sang Putri.
Keesokan harinya, Putri Sarijati mengirimkan surat balasan pernyataan perang untuk Pangeran majapahit. Putri Sarijati merencanakan strategi perang dengan hati-hati dan jeli. Ia akan menyamar menjadi laki-laki dalam peperangan. Ia juga merancanakan untuk menyerang Majapahit dari beberapa penjuru seperti jalur laut, gunung, sungai, dan lain-lain. Putri Sarijati merakit prajurit yang paling banyak didaerah Pegunungan karena ia dan para prajurit dapat menyerang diam-diam dari gunung dan tetap aman. Sehingga, pegunungan tersebut sekarang menjadi Desa Rakitan karena tempat merakit prajurit perang.
Meskipun Putri Sarijati telah merencanakan strategi secara matang-matang, dugaan sang kakak ternyata benar. Ia terdesak dalam mengahadapi pangeran, ia berlari menjauhi Pangeran. Putri Sarijati tidak sanggup lagi untuk berlari, ia terjatuh didekat sungai dan ditusuk pedang oleh Pangeran Majapahit. Darah Putri sarijati mgalir dan mengeluarkan dua wangi yang sama. Sehingga, daerah yang terkena darah Putri Sarijati diberi nama ‘Mbarwangen” artinnya kembar wangen atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan “Wangi Kembar”. Sang pangeran baru menyadari bahwa itu adalah Putri Sarijati ketika rambut palsu sang Putri lepas dari kepalanya. Ia manangisi Putri Sarijati dengan perasaan sesal. Kemudian Pangeran terus menciumi Putri sarijati. Sehingga sungai didekat Putri sarijati diberi nama “Kali Sengok” atau dalam bahasa Indonesia disebut Sungai ciuman.
Jadi, asal nama Desa rakitan bermula saat Putri Sarijati merakit prajurit di daerah pegunungan. Nama “Rakitan” bukan berasal dari dari kata “rakit” yang digunakan untuk menyeberangi sungai, melainkan berasal dari kata “rakit prajuritan”. Begitulah asal-usul dari Desa rakitan, Kecamatan Sluke.
Amanat yang dapat diambil dari cerita tersebut :
1.      Rajinlah beribadah
2.      Tidak boleh memaksakan kehendak orang lain
3.      Menghargai toleransi kehidupan beragama
4.      Kita harus menjalani sesuatu yang tekah dikehendaki okeh Tuhan YME meskipun itu sulit bagi kita
5.      Kita harus tetap bersemangat dan tidak boleh berputus asa
6.      Kita harus pandai berpikir dalam menyelesaikan masalah

7.      Berpikirlah terlebuh dahulu saat akan melakukan sesuatu, sebelum sesal menghampirimu

Senin, 04 April 2016

Jangan Pernah Berhenti Belajar


Waktu saya kecil, saya pernah mendengar suatu cerita lucu. Namun dibalik kelucuannya ada hikmah yang bisa kita ambil pelajarannya. Waktu mendengarkan cerita ini, kami tertawa, karena lucunya. Tapi sekarang saya berpikir, jangan-jangan, selama ini saya sering ditertawakan orang lain seperti saya menertawakan tokoh yang ada dalam cerita ini. Bagaimana dengan Anda? Mungkin orang lain pun suka menertawakan Anda. Ada seorang bapak dari kampung. Bapak ini tidak bisa membaca, tetapi dia tertarik dengan mendengarkan radio seperti tetangganya. Belum ada TV karena belum ada listrik, sehingga radio menjadi primadona karena bisa dijalankan dengan baterai. Bapak itu pun memutuskan untuk pergi ke kota untuk membeli sebuah radio. Dia bertanya kepada tetangganya, dimana membeli radio dan radio yang seperti apa yang bagus.
Dia mendapatkan info tempat membeli radio dan cara memilih radio yang bagus. Kata tetangganya, radio yang bagus adalah radio Sony. Dengan berbekal uang Rp 500.000 dan ongkos perjalanan, dia pun pergi ke kota untuk membeli sebuah radio. Setelah berjalan, naik ojek, naik angkutan pedesaan, dan angkotan kota sambil tanya sana sini, akhirnya dia sampai juga di tempat yang menjual barang elektronik, tentu saja salah satunya radio.
Sesampainya di toko tersebut, bapak ini langsung bertanya kepada pelayan toko,
“Ada radio Sony mbak?”
Dengan ramahnya pelayan menjawab,
“Tentu saja ada. Silahkan pilih ada berbagai model.” sambil menunjukan rak yang berisi khusus radio bermerk Sony.
Ternyata si bapak bingung mau memilih mana karena semua radio tampaknya bagus.
“Bapak mau yang mana?” tanya si pelayan.
“Saya bingung.” kata si bapak sambil terus memperhatikan sederetan radio.
“Oh, bapak mau membeli radio yang harga berapa?” tanya si pelayan tetap ramah.
“Saya punya uang Rp 500.000”. jawab si bapak.
“Oh begitu, mungkin bapak cocok dengan radio ini. Harga Rp500.000 kurang.”
“Ya sudah, saya beli yang itu. Betulkan ini radio Sony?”
“Betul pak, ini Radio Sony.”
Setelah transaksi selesai, si bapak pun pulang ke kampung dengan senangnya. Tetapi keesokan harinya si bapak kembali lagi ke toko tersebut sambil marah-marah…
“Katanya ini Radio Sony, ternyata bukan. Kalian mau menipu saya?” katanya dengan keras sambil menunjukan radionya.
Para pelayan takut, karena tampilan si bapak kayak seorang pendekar dengan baju silatnya. Akhirnya pemilik toko tersebut menghampiri bapak tersebut.
“Ada yang bisa saya bantu pak.”
“Pelayan kamu menipu saya, katanya ini radio Sony, ternyata bukan!”
Pemilik toko bingung, sebab dia tahu kalau radio itu memang bermerk Sony.
“Betul pak, ini radio Sony.” kata pemilik toko berusaha menjelaskan.
“Bukan! Saat saya nyalakan radio, radio ini berbunyi: ‘Inilah radio Republik Indonesia.’ Kalian menipu saya, sebab ini bukan radio Sony, tetapi radio republik Indonesia!”
Bagaimana kelanjutan kisah ini? Silahkan lanjutkan sendiri.
Belajarlah terus, karena bisa saja ilmu yang kita miliki sudah kadaluarsa atau bahkan salah. Kita terus meyakini apa yang kita tahu sehingga semua perilaku kita didasari oleh keyakinan tersebut. Mungkin benar menurut kita, karena sebatas itulah ilmu kita. Tetapi belum tentu menurut orang lain. Bisa saja, saat kita berdebat dan merasa pintar, padahal di belakang kita, lawan debat kita malah menertawakan kita. Belajarlah sampai akhir hayat.

Source : http://www.motivasi-islami.com/jangan-pernah-berhenti-belajar-atau/

Selasa, 06 Oktober 2015

Puisiku



Rindu Terlarang

Sekian windu tiada bertemu
Untuk kesekian kalinya
Tiada terlintas rupamu
dalam mataku

Kini
Waktu mempertemukan kita
Disaat kita membangun mahligai-mahligai keluarga

Sayang,
Cintamu, Cintaku, Cinta kita
telah usang

Rinduku, Rindumu, Rindu kita
adalah rindu terlarang

Persetan dengan rindu
Persetan dengan cinta,
Karena sesungguhnya
Kasihmu
Kasihku
Kasih kita
telah hilang ditelan waktu

Masa Depan Indah dengan Islam


Oleh : Tarisma Ayu Ningtyas

            Mentari mulai menampakkan dirinya, ayam jago mulai berkokok, aku mulai bangun dari tidurku dan segera mengambil wudlu untuk shalat subuh. Setelah itu aku  segera mandi dan mempersiapkan diri untuk  berangkat ke sekolah. Aku mengenakan seragam sekolah lengkap bersama hijab. Sebelum berangkat, tak lupa aku berpamitan kepada ibuku.
“Bu, aku berangkat dulu ya bu, doakan semoga lancar dan mendapat ilmu yang manfaat, ujarku berpamitan.
Amin, Nak. Semoga berkah, hati-hati di jalan ya, Nak” ibuku berpesan.
Iya bu, Assalamualaikum,” pamitku kepada ibuku sambil mencium tangan ibu.
“Waalaikumsalam, jawab ibu.
Aku pun mengayuh sepedaku agar segera melangkah. Dan sesampainya aku di depan gerbang sekolah tiba-tiba ada suara seseorang yang memanggilku “Aisya”.  Ternyata mereka adalah kedua sahabatku dari sejak SD hingga sekarang SMP dan kita masih satu sekolah yaitu di SMP Bunga Bangsa.
Aisya, ya. Namaku adalah Aisya Nailia Putri. Dan kedua sahabatku yang memanggilku bernama Safira Azzahra yang akrab disapa Zahra dan Aqiya Nuril Safitri yang biasa dipanggil Nuril.
Kami bertiga pun akhirnya jalan bersama menuju tempat parkir untuk memarkirkan sepeda dan langsung berjalan menuju kelas. Sesampainya di kelas kami pun duduk dan berbincang sedikit masalah cita-cita kami.
Oh iya, kalian masih ingat, nggak?  Dulu waktu SD kan kita paling senang tuh ngomongin masalah cita-cita. Mau jadi dokter lah, guru lah, nah sekarang apa cita-cita kalian? Masih sama waktu dulu atau udah beda lagi, nih?” tanyaku pada mereka.
“Kalau aku sih tetap Sya, aku mau jadi guru. Karena kan guru pekerjaan yang mulia, guru juga pahlawan tanpa tanda jasa. Sampai kapanpun, apabila yang diajarkan guru bermanfaat dan ilmunya dipakai oleh muridnya dan disebarkan lagi kepada orang  lain, guru itu akan mendapat pahala, jawab Zahra.
“Kalau aku sih pengen jadi polwan” kata Nuril.
Hah? Polwan? Bukannya kamu dulu pengen banget jadi dokter, ujar Zahra.
Ya, itu kan dulu, Ra. Sekarang beda lagi, jawab Nuril.
“Kalau aku sih masih tetap pengen jadi dokter karena dokter juga tidak kalah mulia dengan guru. Dokter mengobati bahkan menolong nyawa orang yang sakit. Tapi yang nomor satu adalah kita harus tetap yakin bahwa yang memberikan sembuh, hidup, dan mati hanyalah Allah. Dokter hanya perantara Allah untuk menyembuhkan umatnya yang sedang sakit, ujarku.
Iya Sya, Semoga cita-cita kita semua tercapai, ya. jawab Zahra.
Amin,” jawabku dan Nuril bersamaan.
Bel masuk pun berbunyi, semua siswa kelas 8.1 memasuki ruangan. Tak lama setelah masuk anak-anak segera berdoa sebelum pelajaran dimulai. Pak Rusdi pun masuk ke kelas.
“Assalamualaikum anak-anak,” salam Pak Rusdi.
“Waalaikumsalam pak,” jawab siswa kelas 8.1 serentak.
Selamat pagi dan semangat pagi pastinya, ya. kata Pak Rusdi kemudian.
Iya, Pak. jawab siswa serempak.
Pada pertemuan kali ini bapak akan membahas masalah Makanan dan Minuman yang halal ataupun haram menurut pandangan-pandangan Islam. Jadi, kita  sebagai umat muslim harus tau apa saja makanan yang halal, karena makanan yang  halal harus memenuhi dua syarat yaitu halal dan  tayyib, ujar Pak Rusdi.
“Pak, maksud dari halal dan tayyib apa, ya?” tanya Zahra.
Jadi begini, halal artinya diperbolehkan menurut ketentuan syariat islam, kalau tayyib artinya baik, mengandung gizi, dan menyehatkan. Makanan yang halal juga harus meliputi kriteria 1. Halal dari segi wujudnya. 2. Halal dari segi cara mendapatkannya. 3. Halal dalam proses pengolahannya. Makanan yang haram sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al-Maidah ayat 3 disebutkan bahwa makanan yang haram adalah bangkai, darah, daging babi, hewan yang disembelih bukan atas nama Allah, hewan yang tercekik, dan  lain-lain.  Dan minuman yang haram misalnya adalah khamr atau yang kita kenal dengan alkohol karena sifatnya memabukkan, jelas Pak Rusdi panjang lebar.
Di sela-sela Pak Rusdi sedang menerangkan, tiba-tiba bel istirahat pun berbunyi.  Akhirnya Pak Rusdi mengakhiri pelajaran pada hari ini dan akan melanjutkannya diwaktu yang lain.
Aku, Zahra, dan Nuril pun keluar kelas dan menuju ke kantin. Selama di kantin, kami masih membicarakan masalah yang telah dijelaskan oleh Pak Rusdi tadi.
“Ternyata islam itu indah ya, Sya. Baik  pula. kata Zahra menyimpulkan.
“Baik bagaimana maksutnya?” tanya Nuril kepada Zahra.
“Ya baik, makanan yang haram aja karena makanan itu berbahaya dan tidak bermanfaat,” jelas Zahra.
“Ya memang begitulah Islam. Islam adalah anugerah yang indah bagiku. Aku sangat bersyukur dilahirkan dalam keadaan islam. Oh iya Ra, kamu kapan pakai jilbab?” ucapku.
“Iya Ra, aku dan Aisya udah pakai hijab, kamu lho yang belum. Tapi kamu pakai hijabnya tulus dari hati ya, jangan karena gengsi sama kita” kata Nuril.
“Baiklah, aku akan segera menggunakan hijab seperti kalian.” kata Zahra.
Bel masuk pun berbunyi, aku, Zahra dan Nuril pun segera menuju ke kelas. Dan mengikuti pelajaran selanjutnya. Setelah bel pulang dibunyikan, kami pun pulang ke rumah bersama-sama seperti biasanya. Di sela-sela perjalanan kami, kami bertemu anak muda yang masih sekolah SMA, tapi sudah merokok dan minum minuman keras. Aku dan Nuril hanya lewat biasa. Tetapi ketika Zahra melewati pemuda tersebut, Zahra digoda oleh sang pemuda yang mabuk tersebut. Mungkin karena aku dan Nuril mengenakan hijab, tetapi Zahra tidak mengenakannya. Aku dan Nuril pun segera menghampiri Zahra dan membawanya agar segera pergi dari sekitar pemuda yang mabuk itu. Setelah itu kamipun pergi ke rumahku. Karena kebetulan rumahku lah yang paling dekat dengan wilayah tadi.
“Assalamualaikum, ucapku bersama dengan Zahra dan Nuril ketika memasuki rumah.
“Waalaikumsalam. Kalian sudah pulang. Mari masuk,” jawab ibuku.
Kami pun segera masuk rumah dan salim kepada ibuku. Ibuku sudah sangat mengenal kedua sahabatku ini karena sudah berteman sedari kecil dan kebetulan rumah kami tidak terlalu jauh. Aku, Zahra, dan Nuril pun memasuki kamarku. Ketika di kamar kami pun berbincang bincang masalah tadi ketika pulang sekolah.
“Kenapa ya tadi yang digoda hanya aku saja?  Kenapa kalian hanya dibiarkan lewat ya?” tanya Zahra.
“Mungkin karena kamu belum menggunakan hijab Ra, sedangkan aku dan Nuril sudah mengenakan hijab” kataku mencoba memberi jawaban.
“Iya Ra, hijab itu bukan hanya untuk mempercantik diri. Karena hijab wajib dikenakan bagi setiap umat muslim wanita jika sudah baligh untuk menutupi auratnya.  Ya, gunanya seperti ini, kalau kita menggunakan hijab pasti lelaki tidak akan berani mendekati kita dengan pikiran yang bermacam macam karena kita melindungi diri dengan menggunakan hijab, Nuril membantu menjelaskan.
Iya, makasih ya kalian sudah mengingatkanku akan pentingnya mengenakan hijab, ini sangat bermanfaat bagiku. Aku jaanji mulai besok aku akan mengenakan hijab pergi ke sekolah dan kemana saja. Janji?“ ucap Zahra sambil memberikan jari kelingkingnya kepada aku dan Nuril. Aku dan Nuril pun melakukan hal yang sama sebagai tanda janji.
Petang sudah tiba, adzan magrib mulai dikumandangkan. Aku segera berwudlu dan shalat. Nuril dan Zahra sudah pulang sedari tadi. Aku, ibu, dan ayahku sedang berada diruang keluarga. Di sela-sela kami bersantai, aku memulai pembicaraan pada saat itu.
Ayah, Ibu. Kira-kira aku cocok tidak, ya, jadi dokter?” tanyaku.
Cocok kok nak, dokter itu kan cita-cita yang mulia. Makanya sejak sekarang kamu harus belajar yang giat supaya dapat meraih cita-citamu” jawab ibu.
“Gini Sya, tentang pekerjaan dan rezki semua sudah ada yang mengatur, yaitu Allah SWT. Yang terpenting kamu sekarang fokus dulu untuk sekolah dan mencari ilmu setinggi mungkin. Seperti kata pepatah ‘Carilah ilmu sampai ke negeri China pepatah itu mengajarkan kita agar kita menuntut ilmu setinggi mungkin, bahkan jika perlu di negeri orang, tambah ayah.
Baik,Yah. Bu. Aisya akan belajar dengan giat agar cita-cita Aisya bisa tercapai” kataku mengiyakan penjelasan ayah dan ibu.
“Nah kalau gitu kamu sekarang belajar dong. Jangan lupa nanti setelah belajar kamu harus shalat isya’ dulu sebelum tidur, perintah ayah.
Siap, Yah, kataku.
Aku pun segera menuju kamar dan belajar untuk pelajaran besok. Dan keesokan harinya, seperti biasa aku berangkat ke sekolah naik sepeda. Setibanya aku di sekolah akupun langsung menuju kelas. Ada yang berbeda dengan suasana kelas. Ternyata Zahra sudah mengenakan hijabnya. Tetapi aku tidak melihat Nuril berada di kelas. Lekas aku mengahampiri Zahra.
“Assalamualaikum, Zahra, salamku.
“Waalaikumsalam, Sya. jawab Zahra.
“Subhanallah Zahra kamu cantik sekali, kenapa kamu tidak memakainya sejak dulu?  Pasti kan cantik banget,” ujarku memuji Zahra.
“Ah kamu bisa aja Sya, aku kan jadi malu, jawab Zahra.
Aku : “Ha ha. Iya, aku tahu. Itu  pipi  kamu  sampai  warnanya  kayak  delima,  candaku  kepada  Zahra.  Zahra  hanya  tersenyum  dengan  malu  malu.
“Oh  iya  Ra,  Nuril  kemana  ya?  Kok  tumben  sih  dia  jam  segini  belum  datang?” tanyaku.
“Aku  juga  tidak  tahu  Sya,  tapi  kemarin  dia  menelfonku  sambil  menangis  karena  papa  dan  mamanya  bercerai.  Mungkin  dia  sangat  sedih,” jawab Zahra.
“Bercerai? Sejak kapan, Ra? Kasihan ya Nuril. Sebaiknya nanti sepulang sekolah kita pergi kerumahnya gimana?” tanyaku kembali.
Oke, jawab Zahra.
Mereka pun berencana untuk pergi ke rumah Nuril setelah pulang sekolah guna melihat keadaan Nuril dan mau menghiburnya. 
Bel telah dibunyikan, pertanda bahwa pelajaran terakhir telah usai. Aku dan Zahra segera mengambil sepeda dan bergegas ke rumah Nuril. Di tengah jalan, kami bertemu dengan pemuda SMA yang sedang merokok dan mabuk di tempat yang sama seperti kemarin.  Akan tetapi, kali ini Zahra tidak digoda seperti kemarin, mungkin karena Zahra telah mengenakan hijab. Tak lama kemudian, kami pun sampai di depan rumah Nuril. Rumah tampak sepi seperti tak berpenghuni. Aku dan Zahra pun mencoba  untuk mengetuk  pintu.
“Assalamualaikum,” ucapku sembari mengetok pintu. Tiba-tiba pintu terbuka dan ternyata yang membukakan adalah mbok Sinah, lebih tepatnya adalah pembantu keluarga Nuril.
“Waalaikumsalam, eh Neng Aisya dan Neng Zahra, mari masuk, Neng, Mbok Sinah mempersilakan.
“Terimakasih  mbok,  Nurilnya  ada?” tanyaku pada Mbok Sinah.
“Loh, bukannya Neng Nuril sekolah, ya?” jawab Mbok Sinah.
Sekolah? Tapi tadi Nuril tidak masuk, Mbok. Maka dari itu kami ke sini. jelasku pada Mbok Sinah. Mbok Sinah tampak heran dan kaget.
“Maaf sebelumnya ya, Mbok. Bukannya kami mau ikut campur dengan urusan keluarganya Nuril, tapi apakah benar kalau orang tua Nuril bercerai?” tanyaku.
“Benar, Neng. Orang tua Neng Nuril memang bercerai, jawab Mbok Sinah sedih.
“Ya sudah, Mbok. Kami akan pergi mencari Nuril dahulu. Assalamualaikum, kami pun berpamitan.
“Waalaikumsalam. Hati-hati ya, Neng. jawab Mbok Sinah.
Aku  dan  Zahra pun bergegas mencari Nuril. Tak lama kami berjalan kami melihat sosok wanita siswa SMP di seberang jalan. Ia  mengenakan seragam SMP Bunga Bangsa tanpa hijab tetapi seragamnya panjang. Sepertinya aku mengenalnya tetapi mengapa kali ini dia tak memakai jilbab? Aku pun bertanya kepada Zahra.
“Zahra, lihat deh, ke sana. Sepertinya aku mengenalnya. Siapa,ya? Apa  mungkin Nuril?  Tapi kok tidak mengenakan hijab, ya?”  tanyaku kepada Zahra.
Iya itu Nuril. Lihat saja wanita itu mengenakan seragam SMP Bunga Bangsa panjang. Tidak salah lagi itu pasti Nuril! kata Zahra.
Kami pun menghampiri wanita yang berada di seberang jalan tersebut, dan ternyata benar. Wanita tersebut adalah Nuril. Aku dan Zahra segera menyapanya “Nuril” tetapi Nuril malah mempercepat langkahnya dan meninggalkan kami yang berusaha menghampirinya.
Akhirnya kami pun berhasil menemui Nuril. Dari dekat ternyata wajah Nuril  tampak kusut dengan sebotol alkohol  di tangannya
“Astagfirullah  Nuril,  kamu  kenapa?  Itu  kenapa  kamu  bawa  alkohol  segala?   Kamu  meminumnya?” kataku kepada Nuril.
Nuril  tak  menjawabnya  tetapi  ia  hanya  menunduk  dan  menangis.
“Nuril,  mana  hijab  kamu?  Kenapa  kamu  tidak  masuk  sekolah  tadi?” tanya Zahra.
Nuril  semakin  terisak  dengan  tangisnya.  Akhirnya  akupun  membawa  Nuril  pulang kerumahku terleebih dahulu untuk  menenangkannya. Sesampainya  di  rumah,  Nuril kubawa ke kamarku agar ia lebih tenang dan  bisa  beristirahat. Zahra  mengambil  segelas air minum untuk Nuril.
“Nuril  minum  ini,  agar  kamu  lebih  tenang,” ucap  Zahra  sambil  menyerahkan  segelas  air  putih  kepadaa  Nuril. Nuril  pun  segera  meminunya.
“Nuril,  apa  yang  sebenarnya  terjadi  sama  kamu?  Cerita  sama  kita,  kita  ini  kan  sahabat  kamu, tanyaku.
“Aku sedih, aku putus asa karena orang tuaku bercerai. Akhirnya aku  meminum alkohol agar aku lebih tenang, jawab Nuril.
“Astagfirullah Nuril, kamu tidak boleh begitu. Kamu kan tahu kalau alkohol itu haram hukumnya untuk diminum. Lagian kan cita-citamu menjadi seorang polwan, salah satu syaratnya ada tes kesehatan. Jika kamu terdeteksi pernah minum alcohol maka kamu tidak akan diterima. Kalau kita lagi ada masalah kita harus banyak shalat dan dzikir kepada Allah, bukannya malah mabuk-mabukan begini! jelasku pada Nuril.
“Terus  jilbabmu  kemana?  Kamu  sendiri  kan  yang  bilang  ke  aku  kalau  kita  sebagai  muslimah  wajib  hukumnya  menggunakan  hijab.  Nah  sekarang  aku  sudah  memakai  hijab,  kenapa  kamu  malah  melepas  jilbabmu?” tanya Zahra.
Sambil menangis Nuril pun menjawab pertanyaan kami, Maafkan aku Sya,  aku benar-benar tak tahu harus ngapain. Aku benar-benar putus asa karena orang tuaku  bercerai. Aku khilaf ,Sya. Ra,
Ya  udah  lebih  baik  sekarang  kamu  shalat,  soalnya  ini  sudah  jam  setengah  dua,  apa  kamu  sudah  shalat?” aku berusaha menasihati dan menenangkan Nuril.
Nuril  hanya  mengganggukkan  kepalanya.  Lalu  ia  segera  berwudlu  dan  shalat,  tak  lupa  ia  berdzikir  dan  berdoa.  Setelaah  ia  selesai  shalat,  ia  tampak  segar  kembali.
Bagaimana  rasanya  kalau  sudah  shalat  lebih  tenangkan?” tanyaku pada Nuril.
Iya  Sya, Ra. Makasih  yaa  kalian  selamaa  ini  udah  selau  ada  buat  aku  dan  mau  ngingetin  aku  jika  aku  sedang  berada  di  jalan  yang  keliru, kata Nuril menyesal.
Sama-sama, Ril. Ini  gunanya sahabat kalau ada yang salah langsung diingetin, kataku.
Iya, Ril. Makasih juga karena kamu, aku sekarang sudah berhijab, kata Zahra.
Aku tidak akan meminum alkohol lagi agar cita-citaku sebagai polwan  tercapai, ujar Nuril.
Waktu berlalu begitu cepatnya, tak terasa kini kami sudah menginjak SMA.  Pada saat SMA kami tidak satu sekolah lagi. Dan beberapa tahun kemudian kami berencana untuk bertemu, dan kami pun akhirnya bertemu di rumahnya Zahra.
Ketika di rumah Zahra, aku melihat Zahra mengenakan seragam PGRI, Nuril dengan seragam polwannya, dan aku mengenakan jas dokterku. Aku pun memulai pembicaraan pada waktu itu.
 “Alhamdulillah aku sekarang jadi dokter, cita-citaku tercapai, kataku.
Iya Sya, Alhamdulillah akhirnya aku bisa membagikan ilmu yang kudapat kepada muridku saat ini,” kata Zahra.
Aku juga tidak menyangka aku akan menjadi polwan, Alhamdulillah banget waktu tes kesehatan tidak tercatat aku pernah meminum alkohol, ini semua berkat  kalian semua sahabatku,” ujar Nuril.
Akhirnya kami pun berhasil meraih cita-cita yang kami inginkan sejak  dulu,  berkat kerja keras,beribadah, berdoa dan selalu berada  di jalan  yang  benar. Insyaallah  Allah akan mengabulkan doa-doa hambanya yang berada pada kebenaran..

HIKMAH : Semua  keinginan  atau  cita-cita  pasti  bisa  terlaksana  jika  kita  mau  berusaha  dari  kecil,  berdoa,  dan  selalu  minta  agar  diberi  jalan  yang  terbaik  oleh Allah SWT. Seberat  apapun  masalah  kita, jangan pernah berputus  asa.  Yakinlah  bahwa  Allah  tidak  akan  member  masalah  diluar  batas  kemampuan  umatnya.
Semoga  bermanfaat, Assalamualaikum  wr.wb