Dahulu kala, di kota Persia, seorang Ibu tinggal dengan anak
laki-lakinya yang bernama Aladin. Suatu hari datanglah seorang laki-laki
mendekati Aladin yang sedang bermain. Kemudian laki-laki itu mengakui
Aladin sebagai keponakannya. Laki-laki itu mengajak Aladin pergi ke luar
kota dengan seizin ibu Aladin untuk membantunya. Jalan yang ditempuh
sangat jauh. Aladin mengeluh kecapaian kepada pamannya tetapi ia malah
dibentak dan disuruh untuk mencari kayu bakar, kalau tidak mau Aladin
akan dibunuhnya. Aladin akhirnya sadar bahwa laki-laki itu bukan
pamannya melainkan seorang penyihir. Laki-laki penyihir itu kemudian
menyalakan api dengan kayu bakar dan mulai mengucapkan mantera. “Kraak…”
tiba-tiba tanah menjadi berlubang seperti gua.
Dalam lubang gua itu terdapat tangga sampai ke dasarnya. “Ayo turun!
Ambilkan aku lampu antik di dasar gua itu”, seru si penyihir. “Tidak,
aku takut turun ke sana”, jawab Aladin. Penyihir itu kemudian
mengeluarkan sebuah cincin dan memberikannya kepada Aladin. “Ini adalah
cincin ajaib, cincin ini akan melindungimu”, kata si penyihir. Akhirnya
Aladin menuruni tangga itu dengan perasaan takut. Setelah sampai di
dasar ia menemukan pohon-pohon berbuah permata. Setelah buah permata dan
lampu yang ada di situ dibawanya, ia segera menaiki tangga kembali.
Tetapi, pintu lubang sudah tertutup sebagian. “Cepat berikan lampunya
!”, seru penyihir. “Tidak ! Lampu ini akan kuberikan setelah aku
keluar”, jawab Aladin. Setelah berdebat, si penyihir menjadi tidak sabar
dan akhirnya “Brak!” pintu lubang ditutup oleh si penyihir lalu
meninggalkan Aladin terkurung di dalam lubang bawah tanah. Aladin
menjadi sedih, dan duduk termenung. “Aku lapar, Aku ingin bertemu ibu,
Tuhan, tolonglah aku !”, ucap Aladin.
Aladin merapatkan kedua tangannya dan mengusap jari-jarinya. Tiba-tiba,
sekelilingnya menjadi merah dan asap membumbung. Bersamaan dengan itu
muncul seorang raksasa. Aladin sangat ketakutan. “Maafkan saya, karena
telah mengagetkan Tuan”, saya adalah peri cincin kata raksasa itu. “Oh,
kalau begitu bawalah aku pulang kerumah.” “Baik Tuan, naiklah
kepunggungku, kita akan segera pergi dari sini”, ujar peri cincin. Dalam
waktu singkat, Aladin sudah sampai di depan rumahnya. “Kalau tuan
memerlukan saya panggillah dengan menggosok cincin Tuan.”
Aladin menceritakan semua hal yang di alaminya kepada ibunya. “Mengapa
penyihir itu menginginkan lampu kotor ini ya ?”, kata Ibu sambil
menggosok membersihkan lampu itu. “Syut !” Tiba-tiba asap membumbung dan
muncul seorang raksasa peri lampu. “Sebutkanlah perintah Nyonya”, kata
si peri lampu. Aladin yang sudah pernah mengalami hal seperti ini
memberi perintah,”kami lapar, tolong siapkan makanan untuk kami”. Dalam
waktu singkat peri Lampu membawa makanan yang lezat-lezat kemudian
menyuguhkannya. “Jika ada yang diinginkan lagi, panggil saja saya dengan
menggosok lampu itu”, kata si peri lampu.
Demikian hari, bulan, tahunpun berganti, Aladin hidup bahagia dengan
ibunya. Aladin sekarang sudah menjadi seorang pemuda. Suatu hari lewat
seorang Putri Raja di depan rumahnya. Ia sangat terpesona dan merasa
jatuh cinta kepada Putri Cantik itu. Aladin lalu menceritakan
keinginannya kepada ibunya untuk memperistri putri raja. “Tenang Aladin,
Ibu akan mengusahakannya”. Ibu pergi ke istana raja dengan membawa
permata-permata kepunyaan Aladin. “Baginda, ini adalah hadiah untuk
Baginda dari anak laki-lakiku.” Raja amat senang. “Wah…, anakmu pasti
seorang pangeran yang tampan, besok aku akan datang ke Istana kalian
dengan membawa serta putriku”.
Setelah tiba di rumah Ibu segera menggosok lampu dan meminta peri lampu
untuk membawakan sebuah istana. Aladin dan ibunya menunggu di atas
bukit. Tak lama kemudian peri lampu datang dengan Istana megah di
punggungnya. “Tuan, ini Istananya”. Esok hari sang Raja dan putrinya
datang berkunjung ke Istana Aladin yang sangat megah. “Maukah engkau
menjadikan anakku sebagai istrimu ?”, Tanya sang Raja. Aladin sangat
gembira mendengarnya. Lalu mereka berdua melaksanakan pesta pernikahan.
Nun jauh disana, si penyihir ternyata melihat semua kejadian itu melalui
bola kristalnya. Ia lalu pergi ke tempat Aladin dan pura-pura menjadi
seorang penjual lampu di depan Istana Aladin. Ia berteriak-teriak,
“tukarkan lampu lama anda dengan lampu baru !”. Sang permaisuri yang
melihat lampu ajaib Aladin yang usang segera keluar dan menukarkannya
dengan lampu baru. Segera si penyihir menggosok lampu itu dan
memerintahkan peri lampu memboyong istana beserta isinya dan istri
Aladin ke rumahnya.
Ketika Aladin pulang dari berkeliling, ia sangat terkejut. Lalu
memanggil peri cincin dan bertanya kepadanya apa yang telah terjadi.
“Kalau begitu tolong kembalikan lagi semuanya kepadaku”, seru Aladin.
“Maaf Tuan, tenaga saya tidaklah sebesar peri lampu,” ujar peri cincin.
“Baik kalau begitu aku yang akan mengambilnya. Tolong Antarkan kau
kesana”, seru Aladin. Sesampainya di Istana, Aladin menyelinap masuk
mencari kamar tempat sang Putri dikurung. “Penyihir itu sedang tidur
karena kebanyakan minum bir”, ujar sang Putri. “Baik, jangan kuatir aku
akan mengambil kembali lampu ajaib itu, kita nanti akan menang”, jawab
Aladin.
Aladin mengendap mendekati penyihir yang sedang tidur. Ternyata lampu
ajaib menyembul dari kantungnya. Aladin kemudian mengambilnya dan segera
menggosoknya. “Singkirkan penjahat ini”, seru Aladin kepada peri lampu.
Penyihir terbangun, lalu menyerang Aladin. Tetapi peri lampu langsung
membanting penyihir itu hingga tewas. “Terima kasih peri lampu, bawalah
kami dan Istana ini kembali ke Persia”. Sesampainya di Persia Aladin
hidup bahagia. Ia mempergunakan sihir dari peri lampu untuk membantu
orang-orang miskin dan kesusahan.
Source : http://kumpulan-dongeng.blogspot.com/2011/10/aladin-dan-lampu-ajaib.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar